RI-Turki Berpotensi Besar Pengaruhi terhadap Dunia Islam

Sabtu, 26 Desember 2020

Nusaperdana.com - Para ahli hubungan internasional menyampaikan Indonesia dan Turki dapat memainkan peran utama dalam diplomasi Islam global baik secara politik maupun ekonomi.

Agung Nurwijoyo, pengamat hubungan internasional Universitas Indonesia, menyampaikan Indonesia dan Turki adalah dua negara yang sangat strategis.

Menurut Agung, keduanya adalah negara mayoritas muslim dan mengadopsi sistem demokrasi.

“Utilisasi atas identitas itu menjadi poin penting dalam konteks membawa aspirasi dunia Islam dalam memerangi sikap Islamophobia dan Palestina,” ujar Agung kepada Anadolu Agency pada Selasa.

Agung meyakini Turki dan Indonesia dapat berdiplomasi secara baik dalam kontestasi kekuatan global.

Presiden Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Joko Widodo juga masuk dalam 20 tokoh Islam berpengaruh dunia.

“Artinya, dunia pun melihat kiprah [Indonesia dan Turki],” kata peraih Master Middle Eastern and African Studies Gazi University ini.

Potensi ekonomi

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sendiri berencana melakukan kunjungan ke Indonesia pada 2021.

Dalam kunjungan Erdogan nanti, Indonesia dan Turki bakal menjajaki pembentukan High-Level Strategic Council (Dewan Strategis Tingkat Tinggi).

Dewan tersebut akan menjadi forum bagi para pemimpin kedua negara membahas secara reguler berbagai isu strategis bilateral, regional, dan multilateral yang menjadi kepentingan bersama.

Indonesia dan Turki juga sepakat melanjutkan perundingan Indonesia – Turkey Comprehensive Economic Partnership Agreement (IT–CEPA) dan menargetkan selesai pada 2021.

Perjanjian ini berpotensi meningkatkan perdagangan bilateral Indonesia-Turki yang ditargetkan mencapai USD10 miliar atau sekitar Rp142 triliun pada 2023.

Setidaknya, kata Agung, ada dua alasan utama kenapa kerja sama perdagangan Indonesia-Turki harus dipercepat.

Pertama, perlunya proyeksi kerja sama strategis dalam hadapi pemulihan ekonomi di masa pandemi.

“Kedua, Turki dan Indonesia memiliki potensi perdagangan besar tetapi realisasinya masih minim,” ucap Agung.

Volume perdagangan Indonesia-Turki saat ini tercatat sekitar USD1,5 miliar atau sekitar Rp21 triliun.

Angka itu, kata Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu, masih jauh dari potensi sebenarnya di tengah jumlah penduduk kedua negara yang mencapai 350 juta jiwa.

Untuk itu, kedua negara, kata Cavusoglu, sepakat untuk meningkatkan kerja sama di bidang investasi.

Perusahaan Turki, kata Cavusoglu, sangat tertarik untuk berinvestasi di Indonesia meskipun terjadi pandemi.

Cavusoglu menyadari begitu banyak proyek besar melalui model Public–Private Partnership di Turki dan perusahaan konstruksi Turki menempati urutan kedua di dunia setelah perusahaan China.

Agung juga meminta Indonesia-Turki mempeluas kerja sama yang mendorong adanya people to people contacts atau hubungan antar warga negara. Kerja sama yang dilakukan juga harus dibangun dalam visi jangka panjang.

“Misalnya, boosting kerja sama pendidikan, tenaga kerja dan sektor UMKM, kerja sama teknik, dan sosial-budaya,” ucap Agung.

Meski mulai membangun kerja sama yang intensif, Agung menilai Indonesia dan Turki masih memiliki hambatan dalam merealisasikan MoU yang sudah ada.

Untuk mengatasi hal itu, kata Agung, instrumen regulasi dan political will Indonesia-Turki sangat berperan besar dalam mempercepat kerja sama.

Kerja sama global

Sementara itu, Sya'roni Rofii, pengamat hubungan internasional, menyampaikan Indonesia dan Turki dapat memainkan peran untuk menggerakkan gerbong negara-negara Muslim di bawah bendera Organisasi Kerja Islam (OKI) maupun D-8 untuk mengawal kebangkitan ekonomi dan pembangunan negara-negara Muslim.

Menurut Sya’roni, Indonesia-Turki memiliki kapasitas untuk mengerjakan proyek-proyek infrastruktur di negara-negara Afrika.

Seperti diketahui, proyek-proyek di Afrika saat ini sebagian besar didanai dan dikerjakan China.

“Mengapa bukan Islamic Development Bank atau OKI yang membantu pembangunan? Isu tersebut adalah pekerjaan bersama yang perlu menjadi concern dua negara,” ujar pengajar Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia ini kepada Anadolu Agency.

Sya’roni menilai kunjungan Erdogan ke Jakarta pada 2021 ditujukan untuk memperkuat komitmen yang selama ini sudah dibangun.

“Dalam pertemuan dua presiden biasanya hal-hal teknis bisa diselesaikan secara cepat. Jika ada kendala biasanya diselesaikan melalui pertemuan presiden,” kata Sya’roni yang meraih gelar doktor bidang Ilmu Hubungan Internasional, Marmara University.

Sya’roni berpendapat Turki menilai Indonesia memiliki posisi strategis dan negara utama di Asia Tenggara.

“Indonesia bagi Turki adalah jangkar Asia Tenggara sehingga dalam merespon isu-isu kawasan Indonesia dianggap sebagai pemain kunci,” ujar penulis buku Recep Tayyip Erdogan: Revolusi dalam Sunyi ini.

Selanjutnya, kata Sya’roni, Indonesia bagaimanapun memiliki magnet sebagai negara Muslim terbesar di dunia yang moderat.

“Kunjungan Erdogan ke Indonesia memiliki dampak terhadap citra global dan isu yang berkembang di Timur Tengah dan dunia Islam,” pungkas dia.

Sebelumnya, Mevlut Cavusoglu mengatakan umat Islam saat ini menghadapi meningkatnya Islamofobia dan xenofobia.

“Kami akan terus bekerja sama dengan Indonesia untuk mendukung umat Islam dan menghadapi semua tantangan ini,” kata Menlu Turki Cavusoglu dalam konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi di Jakarta.

Menlu Cavusoglu juga mengatakan Indonesia dan Turki sebagai negara Muslim harus berdiri bersama melawan upaya untuk merongrong status alQuds.

“Saya sangat senang melihat hari ini bahwa Turki dan Indonesia memiliki kesamaan,” ucap Cavusoglu.

Dia menyampaikan Indonesia dan Turki, sebagai dua negara Muslim besar, akan terus membela persoalan umat Islam dan menekankan kepentingan bersama kedua negara.