Nusaperdana.com,Slawi – Kebijakan pemerintah melonggarkan pembatasan sosial di era normal baru ini tidak sepenuhnya diikuti dengan kedisiplinan perilaku masyarakat menerapkan protokol kesehatan. Akibatnya, penularan virus corona masih terus terjadi dan kecenderungannya terus meningkat. Atas dasar itu, Presiden menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.
Menindaklanjuti Inpres tersebut, seluruh kepala daerah hingga kepala desa diminta segera menggencarkan sosialisasi dan penegakan disiplin protokol kesehatan di masyarakat. Perintah presiden tersebut disampaikan langsung Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian saat menggelar Rakor Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 melalui siaran konferensi video bersama seluruh kepala daerah di Indonesia, Kamis (27/08/2020) pagi.
Tito menegaskan, sosialisasi disiplin protokol kesehatan harus lebih diintensifkan lagi pelaksanaannya. Sebab, penerapannya dinilai belum maksimal. Penerapan Inpres tersebut, menurut Tito, tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah pusat saja, tapi juga dukungan dari seluruh pemimpin daerah, hingga pemimpin desa.
Tito juga mengingatkan agar seluruh kepala daerah melakukan kewajibannya mematuhi protokol kesehatan. Karena menurutnya, menerapkan protokol kesehatan tidak hanya berlaku bagi masyarakat biasa, tetapi juga oleh seluruh kepala daerah. “Kepala daerah harus memberikan contoh yang baik. Selain mematuhi protokol kesehatan juga harus menunjukkan kemampuannya dalam mengatasi dampak pandemi,” ujar Tito.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD mengatakan, masih banyak masyarakat yang tidak menerapkan protokol kesehatan, padahal selama ini sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencegah penularan Covid-19. “Masih banyaknya masyarakat yang tak disiplin inilah makanya Pemerintah mengeluarkan Inpres Nomor 6 Tahun 2020 sebagai acuan daerah untuk membuat atau merevisi peraturan penegakan protokol kesehatan dengan menerapkan sanksi bagi yang melanggar,” kata Mahfud.
Lebih lanjut, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menjelaskan bahwa masyarakat yang melanggar protokol kesehatan dapat dijerat dengan hukum pidana, yaitu pasal 212, 216 dan 218 KUHP. Dikatakan Mahfud, inti pasal tersebut adalah barang siapa melawan, menentang atau dengan sengaja tidak menuruti perintah pejabat yang sedang menjalankan kewajiban undang-undang, dalam hal ini menjalankan protokol kesehatan, maka dapat dipidana. Adapun sanksi pidana penjaranya paling lama empat bulan dua minggu.
“Pemberian sanksi pidana tersebut memang tidak diberikan secara langsung, melainkan hanya kepada mereka yang masih memandel tak mau menaati protokol kesehatan setelah diperingatkan petugas atau mengabaikan perintah petugas, sampai melawan petugas saat diberikan teguran,” tuturnya.
Sebelum menjerat pelanggar protokol dengan sanksi pidana, pemerintah daerah terlebih dahulu harus melakukan pendekatan persuasif ataupun mengenakan sanksi disiplin yang berlaku di daerah. “Sudah ditegur, diperingatkan tapi tidak melaksanakannya, bahkan sampai melawan petugas, maka yang seperti ini bisa dihukum pidana. Contoh lain misalnya, ada acara ataupun kerumunan warga yang melanggar protokol kesehatan, sudah disuruh petugas membubarkan diri tapi masih saja membandel, tidak nurut, maka yang seperti ini bisa langsung dijerat dengan pasal 212, 216 dan 218 KUHP, termasuk mereka yang menghalang-halangi petugas,” terang Mahfud.
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulanggan Bencana Doni Monardo menitip pesan kepada jajaran Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), TNI dan Polri agar mensosialisasikan upaya pencegahan penularan Covid-19 terlebih dahulu. Sehingga disini ada langkah edukasi dan pendekatan secara persuasif terlebih dahulu sebelum melangkah pada sanksi penegakkan disiplin protokol kesehatan.
“Sebelum bertindak, harus ada penguatan kapasitas sumber daya manusia di masyarakat, seperti pemahaman terhadap Covid-19 dan aturan protokol kesehatannya sebagai fungsi edukasi, sosialisasi dan mitigasi,” pesan Doni.
Menanggapi pernyataan narasumber, Bupati Tegal Umi Azizah yang mengikuti konferensi video di ruang rapat Sekda Kabupaten Tegal mengatakan, aturan dalam Inpres tersebut sudah selaras dengan Peraturan Bupati Tegal Nomor 35 Tahun 2020 tentang Pencegahan Penularan Covid-19 di Kabupaten Tegal. “Pada prinsipnya, aturan Inpres tersebut sudah selaras dengan Perbup kita dan telah dilaksanakan di Kabupaten Tegal,” kata Umi.
Menurutnya, hanya ada sedikit perbedaan, yaitu sanksi denda administratif yang tidak diatur dalam Perbup. Umi membeberkan, dari hasil jajak pendapat Humas Pemkab Tegal pada 21-31 Juli 2020 lalu, dari 477 responden, 24,3 persennya mendukung adanya sanksi denda bagi pelanggar protokol kesehatan di Kabupaten Tegal.
Ditanya soal rencana pemberlakuan sanksi denda bagi pelanggar protokol kesehatan di Kabupaten Tegal, Umi mengaku masih perlu menggencarkan lagi sosialisasi protokol kesehatan, termasuk mengevaluasi implementasi kebijakannya dalam melonggarkan pembatasan sosial seperti membuka tempat wisata, ruang terbuka publik, car free day, pembelajaran tatap muka hingga pemberian izin acara hajatan, pentas seni dan hiburan.
“Kami evaluasi dulu penerapan protokol kesehatannya. Jika upaya persuasif sudah ditempuh, fungsi edukasi sudah berjalan baik tapi nyatanya masih banyak warga yang melanggar, tidak tertutup kemungkinan sanksi denda bisa dipertimbangkan sebagai alternatif untuk mendisiplinkan warga, semata-mata demi menjaga keselamatan diri sendiri, terlebih orang lain,” katanya. (MA)