Undang-Undang dan Aturan Sudah Jelas, Mengapa Tambang Sirtu Ilegal Merajalela di Kampar?

Ahad, 10 Oktober 2021

Nusaperdana.com, kampar - Tambang batu atau pasir banyak beroperasi di wilayah Kabupaten Kampar. Mulai dari tambang galian C ilegal, tanah timbun tak berizin sampai pula tambang sedot pasir di aliran sungai banyak beroperasi.

Hal itu bisa kita ketahui bila mengacu pada data dari Satpol PP Kabupaten Kampar. Walaupun data itu data tahun 2019, tetap saja kondisi ini patut membuat kita khawatiran. Ternyata betapa banyaknya tambang Sirtu ilegal di Kampar baik yang mengambil Sirtu dari dalam perut bumi dan banyak pula yang melakukan aktivitas tambang di Daerah Aliran Sungai atau disingkat DAS.

Data Satpol PP yang kami peroleh sebagai berikut:

Tambang galian C /tanah timbun sebanyak 32 titik.

Sedangkan sebanyak 44 tambang sedot pasir. 

Total ada sebanyak 76 usaha tambang yang lebih dari 90 persennya ilegal.

Dari segi payung hukum juga jelas ada undang-undang yang melarang menambang secara ilegal dan ada undang-undang tentang lingkungan hidup termasuk pula sangat dilarang menambang di Daerah Aliran Sungai (DAS). Padahal negara memberikan perlindungan yang sangat besar pada DAS dan ekosistem sumber air.

Bahkan terbaru, ada Undang-Undang No 3 Tahun 2020 tentang Minerba yang memuat sanski berat bagi pelaku tambang tak berizin alias ilegal. 

Undang-undang itu memuat sanksi ancaman hukuman penjara 5 tahun dan/atau denda uang mencapai 100 miliar bagi pelaku.

Namun, meski aturan sudah jelas, aktivitas tambang ilegal di Kabupaten Kampar begitu leluasa beroperasi. Mengapa tambang batu dan pasir ilegal masih saja banyak ditemui di Kampar?

Mengapa aktivitas tambang di Daerah Aliran Sungai atau DAS bisa leluasa beroperasi?

Penelurusan kami terbaru, selama beberapa waktu ditemukan, amat banyak sekali aktivitas galian C hampir di seluruh wilayah Kabupaten Kampar. Beberapa memang memiliki izin dan banyak pula yang tidak mengantongi izin.

Tak pelak, akibat aktivitas galian C atau tambang sedot pasir tanpa izin, perlindungan terhadap lingkungan menjadi terabaikan. Perlindungan terhadap hak-hak pekerja juga tak jelas. Seperti hak jaminan kesehatan dan jaminan kecelakaan kerja.

Belum lagi tanggung jawab reklamasi pascatambang menjadi tak jelas. Tentu saja lubang-lubang tambang yang tidak direklamasi juga bisa mengancam keselamatan lingkungan salah satunya pada manusia. Contoh konkritnya, mungkin anda masih ingat beberapa waktu lalu, ada dua anak yang ditemukan tewas di bekas lubang galian C yang tidak direklamasi di Kelurahan Pasir Sialang, Kecamatan Bangkinang.
Diberitakan, dua orang bocah ditemukan tewas di kolam bekas galian C ini diduga tenggelam saat mandi di bekas tambang tersebut. Kedua korban bernama AFM (7) dan AAP (5).

Insiden nahas itu terjadi pada Senin malam, 23 Maret 2021 lalu. Yang hingga kini kasusnya tidak ada kejelasan.

Belum lagi potensi sektor pajak bebatuan yang bisa diraup daerah menjadi melayang akibat dari operasional galian C tak berizin ini.

Kepala Satpol PP Kabupaten Kampar melalui Sawir selaku Kabid Gakda ketika dihubungi wartawan, Rabu, 6 Oktober 2021 mengaku pihaknya tidak bisa lagi melakukan pengawasan pasca diterbitkannya Undang-Undang tentang Minerba yang baru.

"Sesuai UU Minerba yang berlaku bahwa kewenangan terhadap perizinan dan pengawasan berada di pusat dan provinsi maka kita Pemda Kampar dalam hal ini Satpol PP tidak ada lagi melakukan pengawasan," terang Sawir.

Soal data galian C yang saat ini beroperasi di Kampar Sawir mengaku tidak punya, "Kita hanya punya data tahun sebelumnya," ungkapnya. (Redaksi)