Mama Dzaky Home Shopping Streaming di Facebook: Cuan Melejit di Masa Sulit Pandemi Covid-19

Wahidah berfoto di dekat salah satu bagian pajangan pakaian yang merupakan barang dagangannya

Nusaperdana.com, Indragiri Hilir - Wahidah (30) bersiap mengenakan warna pakaian dan jilbab yang senada. Setelah merasa penampilannya pantas, Wahidah meraih, lalu memasang ponselnya pada sebuah penyangga yang sejajar dengan tubuhnya.

Ibu satu anak ini pun duduk di depan ponsel. Disesuaikan agar pas di bingkai kamera, selama dirinya mulai melakukan live streaming di Facebook.

Setelah memastikan baterai ponsel penuh dan jaringan data pun lancar, Wahidah memulai siaran langsungnya hingga angka di samping simbol mata sebagai penanda jumlah penonton mulai menanjak naik.

"Assalamualaikum bunda, jilbab murah kita ada lagi nih. Harga mulai Rp15 ribu, dibantu share, dibantu tes komennya ya bunda," tutur Wahidah melafazkan salam pembukanya kepada para calon pembeli, Selasa (23/11/2021) pagi.

Wahidah merupakan satu dari ratusan penjual daring di Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau yang memanfaatkan fitur live streaming di Facebook. Berjualan dengan memanfaatkan toko daring, lapak e-commerce, situs jual-beli, dan endorsement para tokoh di media sosial sudah terjadi sejak beberapa tahun lalu.

Namun pemanfaatan live streaming, khususnya di Facebook, menjadi cara yang terhitung baru menjadi tren sejak awal 2020 ini.

Apabila penjual di lapak e-commerce dan situs jual beli hanya menempatkan gambar dan video, para penjual live streaming benar-benar menggunakan cara konvensional untuk memasarkan produknya. Mereka cuap-cuap mengenalkan produk mereka, harga dan tawar-menawar pun tetap terjadi.

Bedanya, penjual konvensional di toko atau pasar berhadapan tatap muka secara langsung dengan calon pembeli, sementara penjual via live streaming hanya berhadapan dengan kamera ponsel dan menjawab pertanyaan calon pembeli melalui komentar-komentar yang dilayangkan.

Barang yang dijual pun bermacam-macam. Mulai dari pakaian, peralatan dapur dan rumah tangga, tas, sepatu, jilbab, hingga mainan anak-anak.

Sebagian mereka adalah pedagang pasar yang beralih menggunakan teknologi untuk memperluas daya jangkau pembeli serta ibu rumah tangga yang memanfaatkan kesenggangan di tengah kesibukan mengasuh anak agar bisa menambah pemasukan.

Grup jual-beli yang ada di Facebook saat ini pun berkembang lebih jauh daripada sekedar lapak mem-posting jualan, namun juga menyediakan lapak untuk menjajakan langsung secara live. Puluhan grup jual-beli, mulai dari grup yang umum hingga kategori khusus ada.

Wahidah mulai berjualan pakaian via live streaming Facebook sejak pandemi melanda.

Memulai Bisnis

Sebelumnya Wahidah merupakan karyawan swasta yang berhenti bekerja sejak melahirkan anak pertamanya pada akhir 2018.

Sebelumnya, saat bekerja pun dulu Wahidah nyambi untuk berjualan pakaian di pasar Selodang Kelapa, Tembilahan setiap akhir pekan. Sejak berhenti bekerja, Wahidah pun tidak hanya mengurus rumah tangga namun juga meningkatkan usahanya dengan berjualan pakaian dengan sistem cicilan.

Wahidah mengambil pakaian untuk dijual dari produsen-produsen besar di Jakarta dan Bukit Tinggi untuk kemudian dijual kembali di lingkungan rumah dan kenalannya.

Dia menerima para reseller yang menawarkan barang jualannya untuk meningkatkan omset. Namun dirinya mengaku menjual pakaian yang harganya Rp 100-250 ribu membuat perputaran uangnya pun lambat.

Tak sedikit pembeli yang mencicil pun macet sehingga modalnya pun tergerus. Akibatnya, Wahidah mulai mengerem penjualan pakaiannya pada akhir 2019.

Hobinya berselancar di media sosial Facebook mengenalkan dirinya kepada para penjual live streaming. Wahidah mulai menjadi pembeli daring dari para penjual tersebut, dan kualitas barang yang diterimanya pun sesuai dengan ekspektasi.

Wahidah mulai tertarik berjualan jilbab karena harga-harga yang ditawarkan para penjual live streaming tersebut jauh dari harga yang biasa ditawarkan di toko maupun di pasar.

"Awalnya beli-beli saja, baju wanita, beli jilbab, baju anak, dan beberapa barang lain seperti makanan dari live Facebook. Lama-lama tertarik juga karena kelihatannya pakaian ini murah, terjangkau, dan banyak yang beli. Akhirnya mulai coba jualan pakaian juga," ungkapnya.

Wahidah menggelontorkan modal awal untuk berjualan jilbab sebesar Rp5 juta dan berjualan secara konvensional.

Saat pandemi Covid-19 melanda, bisnis Wahidah pun sempat terpuruk karena penurunan kuantitas penjualan. Ditambah suaminya yang merupakan karyawan swasta terkena PHK.

Pendapatan berkurang dan kebutuhan yang meningkat semakin membuat limbung kondisi keuangan keluarganya. Tabungan Wahidah sempat terkuras di bulan Maret-April karena stok barang menumpuk namun penjualan melesu.

Dirinya rela membanting harga di bawah harga modal demi perputaran kas jualannya. Uang hasil pesangon dari suaminya pun digunakan untuk modal jualan.

Pertengahan Maret saat pandemi mulai mencegah warga ke luar rumah secara bebas, Wahidah mulai melatih diri agar bisa berbicara di depan kamera dan mengikuti tren berjualan live stream di Facebook.

Setelah pakaian pesanan yang dibelinya tiba, dirinya pun berlatih agar bisa luwes berbicara di depan kamera dan menghadapi para calon pembeli. Awalnya, Wahidah mengatakan sempat canggung dan kewalahan dalam menghadapi komentar dan keinginan para calon pembeli.

Namun, kini Wahidah sudah luwes berbicara di depan kamera dan bisa mengorganisir kegiatan jual-belinya setiap hari.

Dirinya pun mendaftar ke salah satu grup jual-beli untuk bisa mendapatkan lapak jualan. Rp 50 ribu ditransfer Wahidah ke admin grup jual-beli tersebut demi mendapatkan keanggotaan dan izin untuk live streaming di grup.

Pada Mei, kondisi jualannya membaik, pembeli pun kembali bertambah. Hingga kini, bisnis pakaian yang dinamainya Mama Dzaky Home Shopping tersebut semakin meningkat. Hanya dalam waktu 7 bulan, dari modal hanya Rp5 juta sejak Februari, pada September 2020, Wahidah dapat meraup omset Rp 30 juta per bulannya dari berjualan pakaian via live stream Facebook tersebut.

Dirinya membangun jaringan-jaringan para pembelinya dari grup tersebut. Lama-kelamaan, Wahidah merasa pasar yang dijangkaunya terlalu sempit apabila hanya live di grup jual-beli tertentu.

Berbekal basis penonton dan pembeli yang cukup banyak, dirinya pun memberanikan diri untuk live streaming di beranda Facebook pribadinya.

Dari melakukan siaran langsung di halaman Facebook pribadinya, dirinya mengerahkan para penonton dan kenalan untuk membagikannya ke masing-masing beranda.

Dengan cara tersebut, jangkauan pembeli jilbab Wahidah pun semakin meluas. Saat ini, bahkan dirinya bisa menerima pesanan di luar Indragiri Hilir, seperti dari Indragiri Hulu, Pelalawan, Siak, Kuantan Singingi, Pekanbaru, Batam hingga Jambi.

Aktivitas bisnis Wahidah setiap harinya bergulat di antara live, rekapitulasi barang jualan, dan pengepakan. Sistem penjualannya, Wahidah menawarkan barang, calon pembeli memilih barang dan memberikan nomor telepon yang bisa dikontak.

Setelah dikonfirmasi, selepas live Wahidah merekapitulasi jumlah belanjaan, meminta alamat dan keesokan hari barang akan diantar oleh kurir.

"Kalau jualan pakai live Facebook ini kita cuma butuh modal HP, wifi kenceng atau kuota. Kalau modal dasar, kita jualan pakaian live dengan di toko sama. Cuma kita tidak keluar modal sewa tempat saja," kata dia.

Kelebihan dari jualan di media sosial pun, kata Wahidah, bisa menjangkau konsumen seluas-luasnya. Pelanggan tidak perlu repot datang ke toko, barang akan diantar sesuai pesanan. Hanya menambah ongkos kirim saja.

Beberapa kekurangan dari berjualan secara live, dirinya tidak bisa mengetahui siapa pembelinya dan kepastian orang tersebut membeli atau tidak.

Tidak jarang penontonnya sudah memesan barang tersebut, namun akhirnya tidak jadi karena berbagai alasan.

"Rawan juga, kadang ada orang kasih nomor telepon ternyata setelah dikonfirmasi, orang itu tidak memesan. Itu lebih ke sistem berjualannya sih, dibuat lebih aman juga bisa dengan cara-cara lain. Ada yang sistem deposit dulu, atau mendaftar dulu ke admin. Itu sudah perlu karyawan dan skala besar jualannya. Kalau saya masih bisa berjualan sendiri. Semua dikerjakan sendiri dan dibantu suami," kata Wahidah.

Dari berjualan secara live, sedikit-demi sedikit Wahidah dapat membangun jaringan reseller-nya sendiri. Para pelanggan tetap, yang kebanyakan reseller, dibuatkan wadah berupa satu grup WhatsApp. Sehingga pemesanan pakaian tanpa harus melakukan live pun terjadi.

"Untuk belanja modal, seminggu bisa sampai tiga empat kali. Satu kali itu bisa sampai 20 kilogram. Live pun tidak setiap hari. Kadang dua hari atau tiga hari sekali. Stok barang yang datang diusahakan habis dalam waktu seminggu," ujar Wahidah. (Dedek Pratama)



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar