Nusaperdana.com, Inhil - Beragam sampah dari Limbah Medis Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) masih saja ditemukan dalam keadaan utuh di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sungai Beringin, Tembilahan.

Utamanya masker sekali pakai. Setelah itu, menyusul sarung tangan karet dan jas hujan seperti baju hazmat yang biasa digunakan petugas medis penanganan pasien Covid-19. Sesekali ditemukan pula Face Shield, jarum suntik hingga botol infus.

Penemuan kasus ini membuat Wakil Ketua Komunitas Pecinta Alam dan Lingkungan (KPAL) Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Ridwan tercengang heran. Sambil menggelengkan kepala, dia khawatir jika gara-gara limbah tersebut mengakibatkan warga tertimpa bahaya.

Belum dapat dipastikan sumbernya dari mana. Di masa Pandemi ini, sikap hati-hati mesti ditanamkan agar tetap sehat. "Walau terlihat sepele, limbah yang beginian mestinya dimusnahkan sesuai prosedur yang ada. Banyak orang (pemulung, red) yang menggantungkan hidupnya di TPA," kata Ridwan, Ahad (22/11/2020).

Rendahnya kesadaran publik soal mengelola limbah itu, menurutnya tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan masalah baru. Sejak awal masa pandemi, sorotan tidak sebatas penanganan pasien atau penyediaan fasilitas kesehatan saja. Sisi pengelolaan sampah dari Limbah Medis juga mendapatkan perhatian.

Limbah yang dikenal juga dengan sebutan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) itu sudah seharusnya dikelola dengan benar. Baik berasal dari rumah sakit/puskesmas maupun rumah tangga.

"Prihatin, harus lebih disosialisasikan lagi oleh pihak terkait. Tak ada kata terlambat. Yang sudah itu sudahlah jadi pembelajaran untuk kita semua," ucapnya.

Pantauan awak media di lapangan, mereka yang memulung begitu jeli memilih setiap sampah. Apalagi sampah yang baru tiba dari arah pasar. Botol bekas sudah pasti dipungut. Barang lain yang mereka nilai masih layak juga dipungut. Bagaiamana dengan limbah medis yang masih utuh ini?

Sebagian mereka, limbah itu tak luput jadi sasaran. Bahkan dikaisnya secara sadar. Bagi mereka, barang masih utuh adalah koleksi berharga.

"Ini banyak masker, masih baru," kata Marhat menunjukkan bukti kepada awak media bahwa tidak jarang ditemukan limbah B3 tersebut. Sebagai pemulung, warga Parit 20 Tembilahan ini hampir setiap hari menemukan limbah serupa.

Juru bicara Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Inhil, Trio Beni Putra, Senin (23/11) menyampaikan, soal pengelolaan limbah itu sudah ada edaran dari MENLHK Nomor: SE.2/MENLHK/PSLB2/PLB.3/3/2020 Tahun 2020.

Artinya, edaran tersebut mesti diterapkan semua komponen. Mulai dari pihak rumah sakit/puskesmas, warga berstatus ODP, dan masyarakat umum.

"Kita semua harus menyadari dan patuh atas aturan dan edaran yang ada. Masker sekali pakai khususnya, sebelum dibuang, harus digunting terlebih dahulu dan dimasukkan ke dalam bungkusan khusus," sampaikannya.

"Edaran ini adalah kebijakan dari pusat yang berlaku sejak Maret 2020 lalu sampai dengan waktu yang tak ditentukan, yaitu hingga status keadaan tertentu darurat bencana wabah penyakit akibat virus corona di Indonesia ini dicabut," tambahnya.

Sebagaimana diketahui, edaran itu sebagai pedoman dalam pelaksanaan mengelola limbah infeksius secara detail. Diantaranya, limbah yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan harus dilakukan penyimpanan dalam kemasan yang tertutup paling lama 2 hari sejak dihasilkan.

Kemudian, limbah itu diangkut dan dimusnahkan yakni fasilitas insinerator dengan suhu pembakaran minimal 800° C, atau autoclave yang dilengkapi dengan pencacah.

Selain itu, untuk limbah dari ODP yang berasal dari rumah tangga harus dikumpulkan seperti masker, sarung tangan dan APD lainnya dimasukkan ke dalam wadah tertutup. Pengemasannya harus dilakukan sendiri.

Selanjutnya bagi masyarakat umum yang sehat sebisa mungkin menggunakan masker guna ulang yang dapat dicuci setiap hari. Jikapun menggunakan masker sekali pakai, diharuskan untuk merobek, memotong atau menggunting dan dikemas rapi sebelum dibuang ke tempat sampah.

Dinas Kesehatan Inhil menyatakan, upaya pemusnahan limbah medis sudah dilakukan dengan maksimal oleh rumah sakit dan puskesmas se-Kabupaten Inhil. Hanya saja, ada yang menggunakan insinerator dan ada juga secara manual.

Hal ini disebabkan keterbatasan kesediaan alat pendukung. Insinerator misalnya, sampai detik ini hanya ada 1 unit yang ditempatkan di Islamic Center, Jalan Pendidikan, Tembilahan.

"Untuk sementara, Insinerator hanya menampung limbah dari RSUD Puri Husada, Puskesmas Gadjah Mada, Puskesmas Tembilahan Kota, dan Puskesmas Tembilahan Hulu. Karena contact tracking 4 pelayanan kesehatan ini adalah tertinggi," kata Kasi Kesehatan Lingkungan (Kesling) Dinas Kesehatan Kabupaten Inhil, Fitrianto, Rabu (25/11/2020).

Jikapun secara manual, limbah masker khususnya, dipastikannya sudah dalam keadaan terpotong serta disemprot dengan cairan disinfektan.

Dengan demikian, dia meyakini bahwa limbah yang mencemari TPA Sungai Beringin bukanlah bersumber dari rumah sakit/puskesmas. Begitu juga dengan botol infus tanpa dilengkapi selang dan jarumnya, dapat dipastikan tidak dari layanan kesehatan.

Bahkan untuk layanan kesehatan swasta sekalipun, seperti klinik dan apotek, pihaknya secara berkala telah memberikan edukasi serta mensosialisasikan soal mengelola limbah tersebut.

"Ini adalah prilaku masing-masing. Apalagi masker sekali pakai, sekarang sudah terjual bebas dengan harga rendah. Masyarakat umum sudah banyak menggunakannya. Intinya, kami mengajak bersama-sama mengelola limbah ini dengan benar. Jangan dibuang maskernya sebelum dipotong," himbaunya.



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar