Kecewa Aspirasi Tak Ditindaklanjuti DPRD Kampar, Suku Sakai: Percuma Mengadu ke Wakil Rakyat

Kecewa Aspirasi Tak Ditindaklanjuti DPRD Kampar, Suku Sakai: Percuma Mengadu ke Wakil Rakyat

Nusaperdana.com, Bangkinang - Masyarakat Sakai yang tergabung dalam 25 kelompok tani asal Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir kecewa pada DPRD Kampar.

Pasalnya selama 2 bulan sejak datang mengadu pada 9 November 2022 lalu, hingga kini DPRD Kampar belum juga membentuk Pansus sebagai tindak lanjut dari aspirasi masyarakat tersebut.

Saat itu, perwakilan dari 25 kelompok tani Kota Garo datang ke DPRD dan disambut Ketua Komisi I Zulpan Azmi.

Aliansi Kumpulan Anak Bangsa Peduli Anak Bangsa (Kubangga) yang mendampingi masyarakat, Muhammad Sanusi meluapkan kekecewaannya pada DPRD.

"Kita kecewa pada DPRD Kampar, khususnya Komisi I. Sudah 2 bulan aspirasi rakyat dari Suku Sakai Kota Garo belum mereka tindak lanjuti. Jadi, apa fungsi DPRD Kampar ini," ujarnya, Minggu, 15 Januari 2023.

Menurut Sanusi, seharusnya DPRD itu menomor satukan aspirasi dari masyarakat. Sebab mereka adalah dewan perwakilan rakyat, bukan bukan dewan kepentingan pribadi dan partai.

"Kalau begini apa guna kita datang capek-capek mengadu di gedung rakyat. Toh hasilnya tidak ada. Mereka disumpah atas nama tuhan akan bekerja membela kepentingan rakyat. Disumpah melayani rakyat dan membantu mencari solusi atas penderitaan rakyat. Tapi faktanya begini, tak ada tindak lanjut aspirasi kita," umpatnya.

Sebelumnya, masyarakat Sakai Kota Garo juga kecewa pada Pemda Kampar. Pasalnya hingga saat ini Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar dalam hal ini  Bupati belum juga membentuk Tim Terpadu penyelesaian masalah terkait Surat Nomor 328/EK/VI/96/2250  Plt Bupati Kampar tahun 1996.

"Padahal sebelumnya kami setelah mengutarakan persoalan ini langsung ke Bupati Kampar beberapa waktu lalu," ujar Dani Putra, perwakilan aliansi Kumpulan Anak Bangsa Peduli Anak Bangsa (Kubangga) yang mendampingi warga pada wartawan, Kamis, 12 Januari 2023.

Dia membeberkan bahwa ada hal yang aneh dan janggal telah terjadi dalam jangka waktu yang begitu lama dan ini berdampak pada hilangnya hak tanah anggota kelompok Tani sebesar 2 hektar per orang sebagaimana semestinya berdasarkan Surat Plt. Bupati Kampar Nomor 328/EK/VI/96/2250 pada tahun 1996 yang terletak di Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir dan persoalan ini terkait dengan 25 Kelompok Tani yang memiliki hak atas lahan seluas 2500 H.

"Kami memandang butuh keterlibatan semua pihak termasuk keterlibatan Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar dalam hal ini Bupati serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kampar agar bersama-sama bersinergi demi kepentingan masyarakat.

Oleh karena itu lah kami pada waktu tanggal  9 November 2022 membawa langsung datang Pak Ditan warga Sakai beserta keluarganya yang hingga detik ini tidak mendapatkan hak atas tanah sebanyak 2 hektar berdasarkan surat Plt Bupati Kampar 1996 ke rumah dinas Bupati Kampar dan mendatangi gedung DPRD Kabupaten Kampar guna menemui Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Kampar untuk melakukan audiensi," terang dia.

Saat bertemu Bupati Kampar dan DPRD, mereka telah menyampaikan 2 sikap;

1. Meminta Bupati dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar untuk memediasi penyelesaian masalah terkait Surat Nomor 328/EK/VI/96/2250  Plt Bupati Kampar 1996 dengan terbentuknya Tim Terpadu.

2. Mendesak DPRD Kampar untuk membentuk Pansus terkait Surat Nomor 328/EK/VI/96/2250  Plt Bupati Kampar 1996.

Lalu menurut dia, ada fakta menarik lainnya yang mengejutkan yakni, areal tanah kelompok Tani yang dipersoalkan Ditan beserta warga suku Sakai lainnya ini satu areal dengan lahan yang dahulunya digugat oleh Yayasan Riau Madani pada tahun 2015.

"Saat itu, Yayasan Riau Madani melayangkan surat gugatan ke Pengadilan Negeri Bangkinang, terhadap Edi Kurniawan atas kepemilikan lahan seluas 377 hektar yang berada di wilayah administrasi Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, Riau. Gugatan itu telah memiliki Putusan Pengadilan Negeri Bangkinang Nomor: 62/PDT.G/2015/PN.Bkn, dinyatakan bahwa tergugat Edi Kurniawan dinyatakan bersalah, karena merubah fungsi dan peruntukan objek sengketa menjadi perkebunan sawit sejak tahun 2000," bebernya.

Lebih jauh dia menuturkan, dalam amar putusan tersebut, dinyatakan menghukum tergugat supaya menghentikan seluruh aktifitas di atas objek sengketa (aktifitas perkebunan kelapa sawit_red), dan mengeluarkan seluruh karyawan/pekerja tergugat yang berada di atas objek sengketa.

"Nah karena Bupati dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar belum juga memediasi penyelesaian masalah terkait Surat Nomor 328/EK/VI/96/2250  Plt Bupati Kampar 1996 dengan membentuk Tim Terpadu sebagaimana yang kami harapkan," ujarnya.



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar