Perjanjian Ekstradisi Ditandatangani, Menanti Buronan RI Didepak dari Singapura


Nusaperdana.com - Perjanjian ekstradisi antara pemerintah Indonesia dan Singapura diharapkan tak hanya sebatas hitam di atas putih. Kedua pemerintah diharapkan segera melakukan langkah konkret penegakan hukum usai perjanjian dengan memulangkan buronan dari Singapura.

"Kedepannya benar dilaksanakan tahun ini Singapura memulangkan buron satu atau dua orang ke Indonesia. Ini sudah kita tunggu-tunggu, seperti pungguk merindukan bulan karena perjuangan sudah hampir 50 tahun," kata Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman saat dikonfirmasi, Rabu (26/1) seperti dilansir dari Merdeka.com.

Boyamin mengapresiasi langkah kerjasama bilateral RI-Singapura tersebut. Dia berharap RI dan Singapura terus bekerjasama dalam penegakan hukum.

"Sekali lagi Selamat atas kedua pemerintah yang telah berhasil membuat perjanjian demi kehidupan bertetangga yang baik dan saling menghormati serta saling mendukung demi tercapainya keadilan dan kesejahteraan,� pungkas dia.

Buronan RI Tak Bisa Lagi Kabur dan Sembunyi di Singapura
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menandatangani Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura, di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa(25/1). Perjanjian itu dilakukan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi, narkotika, dan terorisme.

Yasonna menjelaskan, Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif yaitu berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya selama 18 tahun ke belakang. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan maksimal kedaluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.

"Selain masa retroaktif, Perjanjian Ekstradisi ini juga menyepakati bahwa penentuan kewarganegaraan pelaku tindak pidana ditentukan pada saat tindak pidana dilakukan," ungkap Yasonna, usai penandatanganan Perjanjian Ekstradisi tersebut, Selasa (25/1).

Hal itu kata dia untuk mencegah privilege yang timbul akibat pergantian kewarganegaraan dari pelaku tindak pidana guna menghindari proses hukum terhadap dirinya. Adapun jenis-jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi menurut Perjanjian Ekstradisi ini berjumlah 31 jenis. Meliputi tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.

Yasonna juga menjelaskan Indonesia berhasil meyakinkan Singapura untuk menyepakati Perjanjian Ekstradisi yang bersifat progresif, fleksibel, dan antisipatif terhadap perkembangan, bentuk dan modus tindak pidana saat ini dan di masa depan.

"Perjanjian Ekstradisi Indonesia–Singapura memungkinkan kedua negara melakukan ekstradisi terhadap pelaku tindak pidana yang meskipun jenis tindak pidananya tidak lugas disebutkan dalam perjanjian ini namun telah diatur dalam sistem hukum kedua Negara," bebernya.

Ekstradisi Buronan Dicari di Kedua Negara
Yasonna menuturkan ruang lingkup Perjanjian Ekstradisi Indonesia–Singapura adalah kedua negara sepakat untuk melakukan ekstradisi bagi setiap orang yang ditemukan berada di wilayah negara diminta dan dicari oleh negara peminta. Dia menjelaskan penuntutan atau persidangan atau pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana yang dapat diekstradisi.

"Perjanjian Ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura," ungkapnya.

Selain itu, sambung Yasonna, Perjanjian Ekstradisi Indonesia–Singapura ini akan mempersempit ruang gerak pelaku tindak pidana di Indonesia dalam melarikan diri. Pasalnya, Indonesia telah memiliki perjanjian dengan negara mitra sekawasan di antaranya Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Australia, Republik Korea, Republik Rakyat Tiongkok, dan Hong Kong SAR.

Yasonna juga menjelaskan secara khusus, bagi Indonesia, pemberlakuan Perjanjian Ekstradisi dapat menjangkau secara efektif pelaku kejahatan di masa lampau dan memfasilitasi implementasi Keputusan Presiden RI Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.

Penandatanganan Perjanjian Ekstradisi dilakukan dalam Leaders’ Retreat, yakni pertemuan tahunan yang dimulai sejak 2016 antara Presiden Republik Indonesia dengan Perdana Menteri Singapura guna membahas kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua negara. Leaders’ Retreat ini sedianya diselenggarakan pada tahun 2020, namun dikarenakan pandemi Covid-19, kegiatan tersebut baru dapat dilaksanakan pada 25 Januari 2022 di Bintan, Kepulauan Riau.

Dalam pertemuan tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan PM Singapura menyaksikan penandatanganan 15 dokumen kerjasama strategis di bidang politik, hukum, keamanan, ekonomi, dan sosial budaya di antaranya: Persetujuan tentang Penyesuaian FIR, Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura, Pernyataan Bersama Menteri Pertahanan Indonesia dan Singapura tentang Kesepakatan untuk memberlakukan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan 2007 (Joint Statement MINDEF DCA).

Selain ketiga dokumen perjanjian itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI dan Senior Minister/Coordinating Minister for National Security Singapura juga melakukan pertukaran surat (exchange of letter) yang akan menjadi kerangka pelaksanaan ketiga dokumen kerja sama strategis Indonesia – Singapura secara simultan.(red/dana)



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar