Nusaperdana.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kembali merevisi pedoman pencegahan dan pengendalian Covid-19. Revisi ini membuat istilah yang selama ini dikenal diubah.

Di sisi lain, 31 wilayah di Tanah Air masih berstatus merah. Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diharapkan masih dilakukan.

Juru Bicara Pemerintah untuk Pencegahan Covid-19 Achmad Yurianto, kemarin (14/7) mengumumkan bahwa Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto telah meneken Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) nomor HK.01.07/MENKES/413/2020. Ini merupakan revisi kelima. Menurut Yuri, dalam revisi ini wajib digunakan oleh pemerintah pusat dan daerah hingga tenaga kesehatan.

Dalam KMK anyar itu menyebutkan alasan kenapa harus diubah. Salah satu pertimbangannya adalah perlu ada penyesuaian dengan perkembangan keilmuan dan teknis kebutuhan pelayanan.

Menurutnya, tak ada perbedaan mendasar dalam aturan ini. Hanya saja, istilah-istilah yang kerap digunakan tak lagi digunakan. Istilah itu adalah orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), orang tanpa gejala (OTG), dan kasus konfirmasi.

"Kami ubah menjadi kasus suspect, kasus probable, kasus konfirmasi, kontak erat, pelaku perjalanan selesai isolasi, dan kematian," ujar pria yang juga menjabat sebagai Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes itu.

Yuri menyatakan bahwa perubahan ini dipastikan akan mempengaruhi pelaporan. Namun dia berencana melakukan sosialisasi kepada seluruh kepala dinas di Indonesia. Sosialisasi dimulai pada besok hingga Selasa minggu depan.

"Secara mendasar tidak ada yang berubah dengan identifikasi kasus," ucapnya.

Dalam diagnosa tetap menggunakan antigen yang berbasis pada real time PCR atau Tes Cepat Molekuler  (TCM).  Dia menegaskan bahwa pemeriksaan ini menggunakan antigen bukan pemeriksaan antibodi. Yuri selanjutnya menjelaskan defisini dalam KMK anyar itu.

Pertama adalah maksud kasus suspect yang memiliki tiga kriteria. Di antaranya, orang dinyatakan suspect Covid-19 ketika mengalami infeksi saluran pernapasan akut yang sebelumnya selama 14 hari berasal atau tinggal di daerah yang ada penularan lokal. Syarat lainnya adalah 14 hari terakhir pernah kontak kasus positif atau kasus probable.

"Kontaknya kontak dekat tanpa pelindung dengan waktu lebih dari 30 menit," ungkapnya.

Kriteria lainnya adalah infeksi saluran napas berat dan harus dirawat di rumah sakit namun tidak ditemukan penyebabnya secara spesifik Covid-19. Kalau dilihat pada KMK sebelumnya, semua kasus PDP adalah kasus suspect. Bahkan kasus ODP yang menunjukkan ada masalah di saluran pernapasan atas dan pernah kontak dengan kasus positif itu masuk suspect.

Selanjutnya, kasus probable. Menurut penjelasan Yuri kasus probable adalah penderita dengan penyakit saluran pernapasan berat disertai dengan gangguan Acute respiratory distress syndrome (ARDS) atau meninggal dengan gejala klinis meyakinkan ini Covid-19. Maksud gejala klinis ini dapat terlihat dari rongten paru dan hasil laboratorium darah, tapi belum terkonfirmasi pemeriksaan PCR.

"Kontak erat ini kontak dengan kasus positif atau kasus probable.  Serta kasus konfirmasi adalah sudah masuk PCR dan hasil positif. Bisa dengan gejala ataupun tidak degan gejala," bebernya.

Lalu bagaimana dengan perkembangan zonasi? Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Nasional Wiku Adisasmito  menyatakan bahwa perkemarin ada 31 kabupaten/kota yang berisiko tinggi. Artinya masih zona merah.

Namun jumlah itu turun dibandingkan 5 Juli lalu yang masih mencapai 55 daerah. Namun daerah hijau atau tidak ada laporan kasus turun.

Menurut laporan, minggu kemarin hanya 102 daerah saja yang tidak melaporkan adanya kasus. Sementara minggu sebelumnya ada 104 daerah.  "Ini menunjukkan masih ada dinamika," katanya.

Lantaran masih banyak daerah masuk zona merah, Panglima TNIMarsekal TNI Hadi Tjahjanto meminta seluruh jajarannya lebih aktif lagi. Khususnya di delapan daerah yang sudah disebut oleh Presiden Joko Widodo. Mulai Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan,Sumatera Utara, sampai Papua.

Melalui video conference, panglima TNI meminta anak buahnya di delapan daerah tersebut melakukan testing, tracing, dan treatment.

"Satuan, jajaran TNI terusbekerja sama dengan Polri dan aparat pemerintah daerah lainnya guna memutusmata rantai dan mencegah penyebaran Covid-19," ungkap Hadi.

Pria yang pernah menduduki posisi Kepala Staf Angkatan Udara(KSAU) itu menyatakan, peningkatan kasus positif Covid-19 yang terus terjadimesti jadi perhatian.

”Masih banyak masyarakat yang enggan menggunakan maskersaat berkegiatan di luar rumah dan di ruang-ruang publik,” ujarnya. Kondisi tersebut harus disikapi.

Orang nomor satu di tubuh TNI itu meminta, penegakan disiplinkesehatan tanpa pandang bulu. Harus dan wajib dilakukan kepada seluruhmasyarakat. Dia juga meminta agar intervensi berbasis lokal seperti yangdilakukan oleh pemerintah daerah di Madiun ditiru.

"Yang mampu melaksanakan pendekatankepada masyarakat dengan hasil yang cukup baik," kata dia.

Pemerintah membuka peluang pemberlakuan PSBB kembali di daerah-daerah yang dinilai masih merah. Namun, semuanya tergantung dari situasi dan kondisi di lapangan.

Semua daerah, khuussnya delapan provinsi yang menjadi sorotan karena angkanya masih tinggi masih bisa memberlakukan PSBB meskipun sudah sempat berhenti.

Yang jelas, bila harus melakukan pengetatan, Indonesia tidak akan sampai melaksanakan penutupan total dalam arti karantina wilayah alias lockdown.

"Kita tidak menganut sebuah program yang sifatnya karantina wilayah," terang Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo. Yang bisa dilakukan adalah pembatasan terhadap kerumunan.

Karena itu, bila ad kegiatan-kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan, sejak awal harus segera diingatkan. "Jangan sampai terjadi kerumunan baru kita melakukan tindakan," lanjut perwira TNI berpangkat letnan jenderal itu.

Presiden, tutrnya, menginstruksikan agar jajaran pemerintah mencegah terjadinya kerumunan dalam bentuk kegiatan apapun. Baik kerumunan dalam rangka olahraga, rekreasi, termasuk juga kerumunan lain yang bisa menimbulkan potensi penularan. Misalnya kegiatan di dalam gedung yang lebih dari satu jam tanpa ventilasi yang memadai. Kegiatan-kegiatan tersebut risikonya sangat tinggi.

Prinsipnya, tambah Doni, Presiden menginginkan agar ada keseimbangan. "Jadi kalau ada kasus yang meningkat maka silakan direm (pembatasan)," tambahnya.

Namun, bukan berarti semua kegiatan harus ditutup secara total. Hanya dibatasi saja, terutama untuk waktu kegiatan dan aktivitas manusia yang terlibat di dalamnya.

Menko PMK Muhadjir Effendy menuturkan, yang tidak dianut Indonesia adalah karantina wilayah untuk level kabupaten, provinsi, maupun nasional. Pasal 49 UU nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan Kesehatan tidak merujuk pada wilayah-wilayah yang besar.

"Tapi sebetulnya yang dimaksud di situ adalah lingkungan," terangnya.

SOP-nya, setiap kali ada kasus kondfirmasi positif, harus segera dilakukan penelusuran. Baik individu maupun area. Misalnya, di wilayah RT tertentu ada beberapa orang yang terindikasi terinfeksi Covid-19, maka areanya boleh dikarantina.

"Tempat (area) itu ditutup kemudian segera diadakan tracing dan tracking," lanjut mantan mendikbud itu. yang terinfeksi segera dirawat, sementara para tetangganya di area tersebut diawasi sampai ada kepastian wilayah itu aman dari Covid-19.



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar