Pariwisata Bali dan Multikulturalisme

Suasana di Bali. Sumber Foto: Detik.com

Nusaperdana.com, Bali - Pariwisata Bali populer di kalangan wisatawan asing hingga dalam negeri. Hal itu pun disebabkan oleh budaya multikulturalisme yang ada di sana sejak lama.

Indonesia yang memiliki kekayaan budaya didalamnya pun juga tidak luput dari pengaruh globalisasi dan kontak dunia luar. Hal ini dapat dilihat sejak zaman datangnya bangsa Eropa ke Indonesia yang memengaruhi cara hidup dan berpikir masyarakat Indonesia.

Turis yang sedang berkunjung ke Bali

Arus globalisasi yang masuk melampaui batas-batas ruang dan waktu turut memengaruhi pariwisata di Indonesia, khususnya Bali. Di Indonesia mulai tahun 1910-1920, Belanda membuka biro pariwisata VTV (Vereeniging Toeristen Verker) atas keluarnya keputusan Gubernur Jendral. Selanjutnya, terbentuk agen perjalanan LISLIND dan NITOUR di Batavia yang berpusat di Belanda.

Panorama pantai Bali

Destinasi wisata utama yang ditawarkan oleh Belanda adalah Bali, tetapi atraksi wisata yang ditawarkan bukan hanya keeksotisan pantai atau gunung saja, melainkan juga perempuan lokal yang bertelanjang dada. Pada saat itu, kebudayaan Jawa dan Bali masih dikenal primitif, perempuan-perempuan tidak mengenakan pakaian untuk menutupi dada, hal ini merupakan sesuatu yang unik dan vulgar menurut masyarakat Belanda sehingga membuat mereka tertarik untuk mengunjungi Bali.

Pariwisata di Bali masih berkembang sampai saat ini. Hal ini dapat terjadi karena adanya hubungan antara penduduk lokal, pembisnis pariwisata, pengembang pariwisata, dan wisatawan. Hubungan yang terbentuk bukan hanya hubungan secara fiskal dan ekonomis, melainkan juga secara kultural.

Wisatawan, penduduk lokal, dan migran yang datang untuk mencari peluang usaha di Bali tentu tidak bisa melepaskan kebudayaan yang dibawanya. Wisatawan memiliki kebudayaan sendiri yang dibawa dari negara atau daerahnya, penduduk lokal juga memiliki kebudayaan sendiri, migran baik yang berasal dari luar negeri maupun berbagai suku bangsa di Indonesia seperti Batak, Sasak, Madura juga membawa sistem budaya yang melekat dalam diri. Hal tersebut tentu menyebabkan terbentuknya masyarakat multikultural di Bali.

Hiasan di Bali

Aspek-aspek budaya dan atraksi wisata yang ditawarkan juga turut mengikuti tatanan masyarakat yang multikultural. Atraksi wisata yang diambil dari budaya lokal masyarakat setempat, seperti kesenian tari kecak, tari barong, musik gamelan, dan tradisi ritual masyarakat lokal.

Begitu pula Pariwisata Bali. Bukan hanya menawarkan aspek budaya masyarakat lokal sebagai atraksi wisata, tetapi juga mengikuti selera wisatawan. Hal itu dapat dibuktikan dengan adanya pusat-pusat hiburan seperti restoran dan hotel yang bertaraf internasional. Adanya spa atau panti pijat, bar dan diskotik yang di pusat keramaian juga ditawarkan mengikuti selera wisatawan.

Monyet penghuni tempat wisata

Dengan demikian, keadaan pariwisata Bali menyebabkan masuknya masyarakat yang heterogen sehingga muncul multikulturalisme. Multikulturalisme di Bali dapat terjadi karena adanya penerimaan dan pengakuan adanya perbedaan sehingga tercipta keharmonisan satu sama lain.



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar