PHK Buruh Masa Transisi Blok Rokan, DPK Apindo: Negara Harus Hadir dan SKK Migas Harus Tanggung Jawab


Nusaperdana.com, Duri - Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagai acuan untuk pengakhiran kontrak karyawan dengan perusahaan disebabkan suatu hal tertentu mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja, buruh dan pengusaha.

Dalam dua belakangan ini, PHK terjadi di masa transisi blok rokan dari PT Chevron ke PT Pertamina (Persero). Seribuan orang karyawan yang bekerja di Subkontraktor PT Chevron terkena PHK disebabkan berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dengan perusahaan.

Celakanya, perusahaan Subkontraktor PT Chevron tempat buruh bekerja tak lagi dapat tender pekerjaan yang sama membuat buruh frustasi tak ada harapan untuk direkrut dan kembali bekerja.

Teranyar, PT Wahana Karsa Swandiri yang melakukan PHK sebanyak 900 orang karyawannya. Sebelumnya sebanyak 150 orang karyawan Subkontraktor lebih dulu senasib dengan karyawan PT Wahana.

Terus gimana nasib karyawan yang terkena PHK menjalani profesi baru sebagai pengangguran di masa transisi PT Chevron ke PT Pertamina (Persero), terhitung dari sekarang masih 13 bulan lagi hingga Agustus 2021 mendatang.

Ketua Dewan Pimpinan Kabupaten (DPK) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bengkalis, Marnalom Hutahaen SH MH, saat ini mengikuti dan menempuh S3 Doktor Ilmu Hukum didampingi Sekjen DPK Apindo Bengkalis, Nano menilai PHK seribuan Subkontraktor PT Chevron bak bola liar. Jum'at ( 31/07/2020)

Persoalan ini bisa menjadi fenomena sosial baru di tengah wabah pandemi Covid 19. Itu sebabnya, SKK Migas mesti bertanggung jawab atas terjadinya PHK karyawan di masa transisi blok rokan.

Paling utama, negara mesti hadir, steakholder, Bupati dan pihak terkait lainnya mesti mencari solusi untuk menyelamatkan nasib seribuan karyawan yang terkena PHK, agar produktif dan kembali bekerja.

Putra kelahiran Duri, Kabupaten Bengkalis ini menegaskan, PHK karyawan di masa transisi blok rokan membuat angka pengangguran bertambah, ini menjadi beban di daerah ini. 

Itu sebabnya, saya sangat tidak setuju dengan PHK karyawan. Masalah ini ada solusinya dan bisa diatasi dengan bijak tak harus melakukan PHK. 

"PT Chevron dan Subkontraktor bisa mengurangi jam kerja karyawan dan pemeritah bisa mempekerjakan eks karyawan, korban PHK lewat padat karya serta solusi lainnya agar mereka produktif.

"PHK itu tidak bagus, apalagi di tengah wabah pandemi Covid 19 dan entah kapan berakhir seperti sekarang ini," jelasnya.

Masih Marnalom, pengusaha lokal mesti berperan aktif memberikan kontribusi di masa transisi blok rokan. 

"Jadilah tuan di negeri sendiri, jangan jadi penonton. Daerah ini kaya dengan sumber daya alam, tapi kelaparan di lumbung padi."

Pengusaha dan buruh lokal, khususnya yang punya Kartu Identitas Penduduk (KTP) Kabupaten Bengkalis dan Riau umumnya mesti diberi kesempatan dan peluang untuk produktif.

"Para pengusaha dan buruh lokal harus mendapat porsi yang adil di masa transisi, begitu pula selepas blok rokan nanti diambil alih PT Pertamina (Persero)."

Letak tanggung jawab SKK Migas dan pentingnya negara hadir untuk memberi kepastian kepada pengusaha dan buruh lokal agar bisa menjadi tuan di daerahnya, bukan menjadi penononton, tandasnya. (Tim)



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar