AHM Tak Merespon

Repsol Mengaku Jadi Korban Monopoli


Nusaperdana.com - Sengketa persaingan usaha antara produsen oli Repsol dan Astra Honda Motor (AHM) soal monopoli penjualan oli di jaringan bengkel resmi AHM, sudah sedang berlangsung di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Padahal Honda dan Repsol adalah mitra di MotoGP, yakni di tim Honda Repsol yang selama sekian tahun menguasai balapan tersebut.

Tentang hal itu, AHM menolak berkomentar terkait munculnya sejumlah korban dari merek pelumas atas kasus dugaan monopoli perusahaan terhadap penjualan oli sepeda motor. Salah satu merek pelumas yang diduga menjadi korban monopoli oli merk Honda di Indonesia itu yakni Repsol.

Repsol merupakan merek pelumas asal Spanyol yang erat hubungannya dengan Honda melalui ajang MotoGP. Keduanya menjalin kerja sama untuk tim Honda di MotoGP selama 26 tahun.

"Tidak komentar," singkat GM Corporate Communication AHM, Ahmad Muhibbuddin, Selasa (28/7/2020).

Repsol mengaku menjadi korban dugaan monopoli penjualan pelumas sepeda motor yang dilakukan AHM di jaringan bengkel resminya, Astra Honda Authorized Service Station (AHASS). Selain Repsol, merek oli lain yaitu STP juga dirugikan atas dugaan monopoli AHM tersebut.

Keluhan dua produsen ini pertama terungkap melalui keterangan resmi saLah satu asosiasi pelaku industri pelumas di dalam negeri, Perhimpunan Distributor, Importir, dan Produsen Pelumas Indonesia (Perdippi) pada Senin (27/7).

Perdippi mempunyai sejumlah anggota dari merek pelumas, antaranya Top1, Repsol, BM1, Mobil1, Aral, United Oil, Liger, STP, Total Oil, hingga Chevron.

Dalam keterangan resmi yang dikeluarkan Perdippi disebutkan Sukabumi Trading Company (STC), sebagai distributor Repsol Oil di Indonesia merasakan pola garansi AHM telah merugikannya yakni mengikis pangsa pasar.

Menurut STC, penguasaan produk pelumas dari AHM pada masa garansi kendaraan berdampak pada persepsi konsumen. Akibatnya pasar produk pengganti (aftermarket) pelumas juga ikut dikuasai AHM.

"Kami tidak bisa berbuat apa-apa menghadapi jaringan AHASS, dan semua bengkel otomotif," kata perwakilan STC, Kong Mau Sentosa seperti ditulis CNN.

Di samping itu STP, merek asal Amerika Serikat, juga menyebutkan praktik dugaan monopoli yang dilakukan AHM tidak sehat.

"Praktik-praktik menutup jaringan secara eksklusif itu sangat tidak sehat," ungkap Christian, perwakilan dari pelumas STP Indonesia.

Kasus dugaan monopoli AHM terhadap penjualan pelumas pertama kali terbongkar melalui Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang sudah melakukan sidang tahap pertama atas kasus tersebut pada Selasa (14/7).

Biro Humas KPPU, Deswin Nur, menyampaikan kasus dugaan monopoli pelumas oleh AHM ini berawal dari pengaduan Asosiasi Pelumas Indonesia (Aspelindo) yang menyebut anggota mereka kesulitan memasarkan produk di jaringan AHASS.

Aspelindo merupakan asosiasi pelumas yang anggotanya memiliki fasilitas produksi di dalam negeri yakni Pertamina Lubricants, Federal Karyatama, Castrol Indonesia, Shell Indonesia, Petronas Lubricants Indonesia, Nippon Oil, Suzuki Indomobil Motor, dan Idemitsu Lube Techno Indonesia.

Jika Terbukti Bisa Dibatalkan

Deswin Nur mengatakan, perjanjian bisnis AHM dengan AHASS dapat dibatalkan bila terbukti bersalah melakukan pemasaran monopoli pelumas di Indonesia.

Menurut Deswin, hal tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) terkait dugaan pelanggaran Pasal 15 ayat (1) dan (2) UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli).

"Sanksi itu ada perintah penghentian kegiatan dalam artian, kalau perbuatan itu disebabkan oleh perjanjian itu biasanya perjanjian itu dicabut. Jadi nanti (perjanjian, red) bisa diubah atau disesuaikan," kata Deswin.

Dijelaskan Deswin, suatu kegiatan monopoli sangat tidak dianjurkan dan bisa dikenakan sanksi denda yang nilainya sekitar Rp1 miliar sampai Rp25 miliar.

Namun, menurut Deswin, sanksi yang diberikan tentu tergantung keputusan fakta persidangan dan Majelis Komisi yang menentukan. Kata dia KPPU tidak menentukan sanksi, melainkan hanya menjalankannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"Untuk Pasal 15 bisa pembatalan perjanjian atau denda. Nanti aplikasi bagaimana atau penetapan pembatalan atau sanksi denda itu tergantung majelis," ungkap Deswin.

Tying bisa dikatakan sebagai upaya pihak penjual yang mensyaratkan konsumen membeli produk kedua saat mereka membeli produk pertama. Sementara bundling merupakan strategi pemasaran dengan menjual dua produk dalam satu paket harga lebih murah.

Perkara ini ditemukan berdasarkan inisiatif internal berdasarkan pengembangan kasus kartel skuter matik pada 2016 yang melibatkan AHM dan Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM).

Pada proses investigasi KPPU menemukan perjanjian eksklusif AHM melibatkan pihak main dealer dan AHASS. AHASS sendiri adalah merek dagang AHM yang dapat dimiliki perorangan atau badan usaha.

KPPU menyatakan perjanjian eksklusif itu memuat persyaratan siapa pun yang ingin memiliki bengkel AHASS harus menerima peralatan minimal awal (strategic tools) dari AHM dan wajib membeli suku cadang lain dari AHM seperti pelumas yang bernama AHM Oil.

AHM Oil merupakan produk yang didistribusikan AHM ke main dealer. Darimain dealer produk itu dipasarkan oleh dealer penjualan, bengkel AHASS, dan dealer suku cadang.

Investigator KPPU lantas menemukan untuk mendirikan bengkel AHASS terdapat salah satu pengaturan yakni AHASS hanya bisa menjual pelumas milik AHM.

Indikasi monopoli diduga karena AHM hanya ingin menggunakan produk pelumasnya sendiri yang berlabel AHM, sementara AHM bukan produsen pelumas.



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar