Garuda Indonesia, Sering Dimutasi hingga Jam Kerja Lebih


Nusaperdana.com - I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Askhara dicopot dari jabatannya sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, karena kasus penyelundupan onderdil Harley Davidson tahun 1970 dan sebuah sepeda brompton asal Eropa.

Usai pencopotan tersebut, banyak pihak yang setuju atas pencopotan tersebut, dari pengusaha hingga pegawai Garuda Indonesia itu sendiri. Bahkan, Ikatan Awak Kabin Garuda Indonesia (Ikagi) mulai membeberkan sikap Ari Askhara yang dinilai semena-mena.

Berikut kebijakan Ari Askhara yang dikeluhkan oleh awak kabin Garuda Indonesia.

Jam Kerja Berlebih

Ketua Ikatan Awak Kabin Garuda Indonesia (IKAGI) Zaenal Muttaqin mengatakan, terjadi sejumlah masalah saat Ari Askhara menjadi Direktur Utama Garuda, yaitu pengelolaan perusahaan tidak transparan dan melakukan penyalahgunaan wewenang jabatan.

"Penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan dari AA (Ari Askhara) selama ini dari 2018-2019," kata Zaenal, usai bertemu dengan Menteri BUMN Erik Thohir, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (9/12/2019).

Dia melanjutkan, Ari Askhara juga memberlakukan jam kerja yang melebihi batas. Hal ini diterapkan pada penerbangan Jakarta - Sidney yang dipaksa harus pulang pergi dalam satu hari. Padahal, harusnya ada rentang waktu 3 sampai 4 hari. Selain itu, juga menerapkan diskriminasi ke awak kabin.

"Itu ada soal fatique risk management system kalau penerbangan terlalu panjang, itu sudah kami berikan kritik kepada perusahaan dan pemerintah bahwa ada diskriminasi. Penerbang itu menginap di suatu tempat, kami tidak, kami kerja di ruangan yang sama, harus perhatikan pintu dan cockpit," paparnya.

Pemberian Sanksi

Menurut Zaenal, dirinya pun terkena sanksi dibebas tugaskan sebagai awak kabin selama empat bulan dengan alasan mengganggu kinerja Ari Akhsara. Selama ini tidak ada yang berani melawan kebijakan otoriter Ari Askhara sebab akan dikenakan sanksi seperti dirinya atau dijatuhkan Surat Peringatan.

"Prosedur seharusnya terbuka dan transparan, ada di PKS, ada perjanjian khusus, kalau tidak ada berarti aturan sepihak yang dibuat oleh mereka. Selama ini secara internal dilakukan oleh oknum-oknum tertentu, itu dipindahkan tidak ada dasar yang kuat, sehingga tidak berani melawan," jelasnya.

Mutasi Tanpa Penjelasan

Seorang pramugari Garuda Indonesia, Putri Adelia Pamela menginginkan adanya bersih-bersih terhadap 'kroni' Ari Askhara di tubuh Garuda Indonesia. Dia mewakili para awak kabin meminta Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menghapus orang-orang yang memiliki ide dan strategi yang sama dengan Ari Askhara.

Selain itu, Ari diceritakan kerap mengeluarkan kebijakan yang merugikan pegawai dan awak kabin, salah satunya mutasi tanpa menjalani prosedur. Hal ini yang dialami banyak para awak kabin termasuk Adelia.

"Kita juga perlu menghapus orang-orang di bawah direksi yang sama memiliki strategi yang sama dengan Bapak Air Askhara," kata Adelia saat ditemui di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (9/12).

Dia mengaku, bekerja sebagai pramugari sejak tahun 2011. Dalam surat tugasnya dia ditempatkan di Jakarta. Namun sejak bulan Oktober lalu, dia dimutasi ke Ujung Pandang, Makassar tanpa aturan yang jelas.

"Saat ini Saya dimutasi ke Makassar tanpa menjalani prosedur atau aturan yang jelas kepada saya," ungkap Adel.

Pelarangan Awak Kabin untuk Terbang (grounded)

Delapan tahun bekerja sebagai pramugari, Putri Adelia Pamela menilai sosok Ari Askhara secara pribadi cukup baik. Namun dalam aspek tertentu Ari tidak sebaik perkiraannya. Misalnya, Ari kerap membuat kebijakan sepihak yang dapat merugikan sebagian karyawan. Ari membuat kebijakan secara prosedur tidak jelas.

"Makanya membuat tanda tanya besar dan hubungan industrial tidak maju," kata Adel.

Contoh kebijakan tidak sesuai prosedur tentang pelarangan awak kabin untuk terbang (grounded) dan mutasi karyawan. Namun kebijakan itu tidak diperjelas tentang waktu pemindahan dan lama waktu grounded.

"Prosedur secara detail tidak diberikan yang akhirnya memberikan rasa ketidakpuasan sebagai karyawan karena tidak ada kepastian," katanya.

Untuk itu dia menginginkan pengganti direksi bermasalah dibersihkan, sehingga kegagalan direksi sebelumnya tidak terulang lagi. "Siapa pun calonnya, kami akan selalu mendukung dan selama segala yang dilakukan untuk kebaikan Garuda Indonesia," tutup Adel.**



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar