Provinsi Riau Darurat Karhutla dan Abrasi


Nusaperdana.com, Pekanbaru - Dalam rangka memeringati Hari Lahan Basah Sedunia (World Wetlands Day), Walhi Riau beserta komunitas seni Selembayung dan Forum Taman Baca Masyarakat (FTBM) Kota Pekanbaru, mengadakan bincang di area care free day (CFD) pada, Ahad (2/2/2020). Kegiatan bertema "Pulihkan Gambut Sekarang, Rakyat Selamat".

Hal itu sebagai bentuk langkah peringatan memasuki musim kemarau. Adapun maksud dari tema, karena melihat Provinsi Riau selalu diterpa bencana ekologis kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sudah terjadi sejak 22 tahun.

Pada 2019 lalu, BNPB memprediksi kerugian yang ditimbulkan oleh karhutla mencapai Rp66,3 triliun. Taksiran kerugian itu diperoleh dengan membandingkan jumlah kerugian karhutla pada 2015.

Sementara luasan karhutla menurut catatan BNPB pada 2019 mencapai 350 ribu hektare. Sebagian besar kebakaran di Riau terjadi di atas lahan gambut dan hampir setengahnya berada di kawasan konsesi.

Sebelum diskusi dimulai, diawali dengan penampilan teater lingkungan dari Sanggar Selembayung. Empat orang berjalan melawati kerumunan pengunjung  CFD sambil berkata "Rumah Pak Udin terseret ombak. Itu gejala alami siapa yang peduli. Ayo mainkan ke pantai”. Kalimat tersebut diulang-ulang sambil berjalan sehingga mengundang perhatian warga.

Tibalah sesi diskusi bersama dengan pembicara Deputi Walhi Riau Fandi Rahman, Direktur LBH Pekanbaru Aditia Bagus Santoso dan Sanggar Selembayung, Fedli Aziz.

Fandi Rahman mengawali pembicaraa dengan menjelaskan potensi dari kerusakan lahan basah salah yaitu gambut dan abrasi pulau Bengkalis, Rupat dan Meranti.

“Bibir pantai di pesisir Riau sudah berkurang tiap tahunnya. Ini akibat penebangan hutan mangrove dan pembukaan lahan berkebunan," katanya.

Ia meminta agar isu abrasi tiga pulau mulai jadi perhatian pemerintah kabupaten, dan masyarakat agar bisa membuat langkah kongkrit dalam menekan laju abrasi tersebut.

Momen Hari Lahan Basah se-Dunia  mengingatkan kembali akan arti penting lahan basah yang sering terlupakan.

Untuk itu harus muncul gerakan kolektif semua unsur dalam memberikan edukasi terhadap masyarakat terutama generasi muda dan terlibat untuk  merawat, mendijaga, dan mengelola lingkungan dengan baik secara terintegrasi supaya kita terhindar dari permasalahan krisis air dan bencana ekologis lainnya.

Sementara itu Direktur LBH Pekanbaru, Aditia Bagus Santoso menjelaskan penegakan hukum terhadap korporasi yang merusak lahan gambut di Provinsi Riau, karena jauh dari harapan masyarakat.

Dimana menurut laporan Polda Riau oknum masyarakat lebih dominan dari pada perusahaan perkebunan dan HTI yang menjadi tersangka, malah ada petani yang menjadi korban.

"Pak Syafrudin hanya petani biasa yang membuka ladang untuk menanam sayuran dan buahan, LBH melihat unsur pidana dalam kasus ini sangat lemah dan seharusnya ia bebas dari dakwaan," ujarnya.



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar