Satpol PP Sebut DLH Kampar Berwenang Menindak Tambang Sirtu Ilegal

Satpol PP Sebut DLH Kampar Berwenang Menindak Tambang Sirtu Ilegal

Nusaperdana.com, Bangkinang - Menjamurnya penambangan pasir dan batu atau Sirtu atau biasa juga disebut tambang golongan C ilegal di Kabupaten Kampar tentu saja berpotensi merusak ekosistem lingkungan. Bahkan keberadaan tambang di Daerah Aliran Sungai (DAS) akan memberikan dampak buruk jangka panjang pada ekosistem sumber air.

Keberadaan Galian C ilegal ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara. Kemudian juga melanggar undang-undang lingkungan hidup.

Tidak hanya soal kerusakan alam dan lingkungan, tambang ilegal golongan C ini membuat daerah rugi tidak sedikit. Sebab, kekayaan alam daerah terus dikeruk tanpa berkontribusi menyetor pajak dan retribusi. Padahal, Kabupaten Kampar telah memiliki Perda tentang Pajak dan Retribusi Daerah dari mineral bukan logam dan bebatuan.

Kepala Bidang Penegakan Peraturan Daerah, Satpol PP Kabupaten Kampar, Sawir saat dihubungi mengklaim, Satpol PP Kampar tidak lagi punya kewenangan pengawasan apalagi penindakan, lantaran kewenangan itu kini telah beralih ke provinsi.

Masih menurut dia, institusi di daerah tingkat II yang masih punya kewenangan mengawasi Galian C adalah Dinas Lingkungan Hidup (DLH). DLH bisa masuk lewat dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas tambang ataupun Galian C ilegal ini.

"Paling kalau kami masuk, itupun bersama DLH. Kami diminta mendampingi oleh DLH," ujar Sawir.

Sawir juga mengaku Satpol PP tidak bisa melakukan pengawasan dalam hal kewajiban pajak dan retribusi bebatuan dari Galian C. Padahal jika mengacu pada Perda Kabupaten Kampar tentang Pajak dan Retribusi Daerah pengusaha tambang mineral bukan logam ataupun pengusaha tambang bebatuan wajib menyetor pajak dan retribusi pada daerah.

Sawir beralasan, Satpol PP sebagai institusi penegak Peraturan Daerah (Perda) tidak bisa masuk karena mekanisme soal operasional Galian C diatur lewat undang-undang bukan diatur Perda.

Berdasarkan penelurusan wartawan selama beberapa waktu, ditemukan banyak Galian C ilegal yang beroperasi di beberapa kecamatan. Banyak pula ditemukan lubang-lubang bekas tambang yang telah ditinggal tanpa dilakukan reklamasi.

Padahal pembangkangan pada ketentuan reklamasi ini diancam denda maupun pidana yang sangat berat sesuai ketentuan undang-undang. Bahkan banyak ditemukan tambang pasir tanpa izin yang beroperasi di Daerah Aliran Sungai Kampar seperti di Kecamatan Tambang. Hal ini tentu merupakan pelanggaran yang serius.

Pada pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba tersebut, dinyatakan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000.

Di pasal 161, juga diatur bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin lainnya akan dipidana dengan pidana penjara.



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar