DPR Apresiasi Langkah Tegas KKP Hentikan Kegiatan Tambang Pasir Ilegal PT. LMU di Pulau Rupat

Foto ist.

Nusaperdana.com,Jakarta -- Anggota DPR RI, Achmad mengapresiasi langkah tegas yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terhadap kegiatan penambangan pasir laut ilegal yang dilakukan oleh PT. Logo Mas Utama (PT. LMU) di perairan Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, ada Ahad (13/2/2022) kemarin.

Langkah tegas penghentian paksa penambangan oleh KKP itu diambil karena praktik pengelolaan ruang laut yang dilakukan oleh PT. LMU itu tidak sesuai dengan ketentuan dan tidak dilengkapi dengan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).

"Saya sebagai wakil rakyat Riau sangat mengapresiasi langkah tegas pemerintah dalam hal ini Kementerian KelautAn dan Perikanan atau KKP. Karena ini merupakan ancaman ekosistem dan merusak kelangsungan hidup masyarakat setempat khususnya masyarakat yang berada di Pulau Rupat Bengkalis," kata Achmad kepada wartawan, Senin (14/2/2022).

Achmad menyebut, akibat kegiatan penambangan ilegal itu banyak pulau-pulau yang tenggelam. Yang tersisa seperti Beting Aceh dan Pulau Babi kini juga terancam abrasi. Kondisi dua pulau yang dihuni nelayan itu, dua puluh persen daratannya sudah menghilang akibat dihantam abrasi. Kondisi ini makin parah akibat beroperasinya perusahaan penambang pasir laut ilegal.

Selain itu, Legislator Demokrat daerah pemilihan Riau I (BengKaliS, Pekanbaru, Rohul, Rohil dan Meranti) itu menyebut, ada sekitar 500 warga nelayan menjadi kelangsungan hidupnya terancam. Bukan hanya tangkapan ikannya yang berkurang, tapi tempat tinggalnya juga terancam ditelan air laut.

"Ini yang harus menjadi perhatian semua pihak. Kekayaan alam tidak boleh dikuasai oleh segelintir orang tanpa memikir dampak negatif kelangsungan hidup dan efek sosial bagi masyarakat. Ini harus ditindak tegas. Tidak boleh dibiarkan," tegasnya.

Apalagi kata Achmad, menurut hasil penelitian Universitas Islam Riau (UIR) pasir laut utara itu mengandung silicon 98 persen. Dimana silicon itu merupakan bahan baku untuk pabrik pembuat solar sel sebagai energi baru terbarukan.

Sedangkan, pasir di Pulau Jemur yang tak jauh dari sana itu mengandung uranium sejenis radioaktif yang bisa digunakan untuk membuat bom atom. Jadi harganya sangat mahal. Jangan pernah di tambang sebagai pasir laut.

"Itu hasil riset yang telah dilakukan oleh UIR. Ini pemerintah harus lebih serius, jangan sampai dikuasai secara ilegal," tegas Achmad.

Seperti diketahui, KKP menghentikan paksa kegiatan penambangan pasir ilegal di perairan Pulau Rupat pada Ahad (13/2/2022) kemarin.

Menurut informasi, perusahaan milik Alogo Sianipar yang berkantor di Kelapa Gading, Jakarta itu tidak dilengkapi dengan izin PKKPRL yang menjadi salah satu persyaratan mutlak dalam pengelolaan ruang laut. Kegiatan tersebut mengancam nasib lebih dari 500 nelayan dan ribuan warga kehilangan etmapt tinggal. 

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin dalam keterangannya Ahad, (13/2/2022) kemarin. Berdasarkan pengumpulan bahan dan keterangan, diketahui bahwa kegiatan penambangan yang dilakukan oleh PT. LMU. 

"Ini bentuk komitmen tegas KKP sesuai dengan garis kebijakan Bapak Menteri, kami menghentikan kegiatan penambangan pasir di perairan Pulau Rupat yang dilakukan oleh PT. LMU," ujar Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Laksamana Muda TNI Adin Nurawaludin dalam keterangannya, kemarin. 

Adin juga menegaskan bahwa Pulau Rupat ini merupakan Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) sehingga izin pemanfaatannya seharusnya dari pemerintah pusat.

"Berdasarkan hasil pengumpulan bahan keterangan dan koordinasi yang dilaksanakan oleh jajaran kami, ditemukan dugaan pelanggaran bahwa kegiatan pengerukan pasir yang dilakukan tidak memiliki dokumen PKKPRL. Kegiatan ini diduga menimbulkan abrasi yang mengakibatkan kerusakan terumbu karang dan juga kerusakan padang lamun," jelas Adin.

Rangkaian aksi KKP untuk menghentikan sementara kegiatan penambangan pasir serta pemeriksaan lapangan sekaligus koordinasi dengan pihak terkait bertujuan untuk memastikan pelanggaran dan sanksi yang akan dikenakan.

"Apabila terbukti maka Sanksi Pidana Pasal 35 huruf i juncto Pasal 73 ayat (1) huruf d UU No.27/2007 dan sanksi administratif berdasarkan PP No.5/2021 juncto PP No.85/20221 akan dikenakan," tegasnya. **



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar