Sosok di Balik Keindahan Batik Mandau, Kisah Dewi Asdinar Geliatkan Ekonomi dan Lahirkan Ikon Daerah

Dewi Asdinar, Ketua PKK Kecamatan Mandau saat melakukan produksi Batik Mandau yang merupakan ikon daerah, batik ini merupakan binaan PT Pertamina Hulu Rokan lewat program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL).

Nusaperdana.com,DURI— Di tengah hiruk pikuk modernitas, sehelai kain batik menyimpan banyak cerita. Batik bukan sekadar busana, melainkan representasi budaya, sejarah, dan identitas suatu daerah. Di Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, sentuhan magis Dewi Asdinar telah menghidupkan tradisi batik, melahirkan motif-motif indah yang kini dikenal sebagai Batik Mandau.

Dewi Asdinar, adalah sosok energik yang menjabat sebagai Ketua PKK Kecamatan Mandau, melihat potensi besar yang terpendam dalam tradisi membatik tersebut. Ia meyakini bahwa batik bukan hanya warisan leluhur yang patut dilestarikan, tetapi juga dapat menjadi penggerak ekonomi masyarakat. Bersama dukungan penuh dari program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), mimpi Dewi dalam berkarya mulai terajut.

“Awalnya, kami melihat bahwa Mandau memiliki kekayaan budaya yang luar biasa, namun belum tereksplorasi secara optimal. Batik, sebagai salah satu warisan budaya, memiliki potensi untuk dikembangkan,” tutur Dewi, penuh semangat.

Melalui program TJSL PHR, pelatihan membatik intensif diberikan kepada ibu-ibu di Mandau. Dewi tak hanya berperan sebagai penggerak, tetapi juga sebagai mentor yang sabar membimbing para peserta. Ia menularkan semangatnya, menginspirasi para perempuan untuk berkreasi dan menghasilkan karya terbaik.

Mandau, yang dikenal sebagai daerah penghasil minyak, kini memiliki identitas ganda berkat sentuhan Dewi dan para pengrajin batik dari tim PKK. Batik Mandau hadir dengan corak khas yang memadukan unsur kemelayuan dan industri migas. Motif pompa angguk, yang menjadi ikon industri minyak, berpadu serasi dengan motif pucuk rebung, melati, dan ornamen Melayu lainnya. Perpaduan ini menciptakan harmoni yang unik, menggambarkan Mandau sebagai kota yang modern namun tetap menjunjung tinggi nilai-nilai budaya.

Perjalanan Dewi dalam mengembangkan Batik Mandau tidaklah instan. Berawal dari keprihatinannya terhadap kurangnya kegiatan produktif bagi ibu-ibu PKK, Dewi melihat potensi besar dalam kerajinan batik. Dengan dukungan penuh dari PHR, Dewi dan timnya mendapatkan pelatihan dan pendampingan yang intensif.

“Kami ingin Batik Mandau memiliki identitas yang kuat. Oleh karena itu, kami mengangkat motif-motif yang dekat dengan kehidupan masyarakat Mandau,” jelas Dewi.

Upaya Dewi dan dukungan dari PHR tidak sia-sia. Batik Mandau kini semakin dikenal dan diminati, baik di tingkat lokal maupun nasional. Bahkan, beberapa kali Batik Mandau tampil di ajang pameran dan peragaan busana, memukau para pengunjung dengan keindahan dan keunikannya. Kini Batik Mandau juga telah memiliki galeri yang dinamakan Brand Mandau untuk pemasarannya.

Lebih dari sekadar popularitas, Batik Mandau juga telah memberikan dampak positif yang signifikan bagi perekonomian masyarakat. Ibu-ibu yang dulunya hanya beraktivitas di rumah, kini memiliki penghasilan tambahan dari membatik. Mereka menjadi lebih mandiri dan berdaya.

“Kami sangat berterima kasih kepada PHR yang telah memberikan dukungan penuh. Program tersebut telah memberikan dampak signifikan bagi masyarakat,” ujar salah seorang pengrajin batik, Linda.

Keberhasilan Dewi Asdinar dalam mengembangkan Batik Mandau merupakan contoh nyata bagaimana sinergi antara masyarakat, pemerintah, dan perusahaan dapat menghasilkan dampak positif yang luar biasa. Batik Mandau bukan hanya sekadar kain, tetapi juga simbol kebangkitan ekonomi dan pelestarian budaya di Mandau. Kisah Dewi Asdinar adalah inspirasi bagi masyarakat, bahwa dengan semangat, kerja keras, dan dukungan yang tepat, mimpi dapat diwujudkan.

Pjs Corporate Secretary PHR, Sonitha Poernomo menyampaikan rasa bangganya terhadap program Batik Mandau yang telah menjadi ikon daerah. Batik Mandau tersebut merupakan program TJSL PHR yang bekerja sama dengan Politeknik Negeri Bengkalis dan PKK Kecamatan Mandau. “Ibu Dewi Asdinar merupakan sosok inspiratifnya dalam melahirkan batik mandau. Semoga batik ini semakin dikenal luas dan mendunia,” kata Sonitha.***

 

TENTANG PHR WK ROKAN

PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) merupakan salah satu anak perusahaan Pertamina yang bergerak dalam bidang usaha hulu minyak dan gas bumi di bawah  Subholding Upstream, PT Pertamina Hulu Energi (PHE). PHR berdiri sejak 20 Desember 2018.

Pertamina mendapatkan amanah dari Pemerintah Indonesia untuk mengelola Wilayah Kerja Rokan sejak 9 Agustus 2021. Pertamina menugaskan PHR untuk melakukan proses alih kelola dari operator sebelumnya. Proses transisi berjalan selamat, lancar dan andal. PHR melanjutkan pengelolaan WK Rokan selama 20 tahun, mulai 9 Agustus 2021 hingga 8 Agustus 2041.

Daerah operasi WK Rokan seluas sekitar 6.200 km2 berada di 7 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Terdapat 80 lapangan aktif dengan 11.300 sumur dan 35 stasiun pengumpul (gathering stations). WK Rokan memproduksi seperempat minyak mentah nasional atau sepertiga produksi pertamina. Selain memproduksi minyak dan gas bagi negara, PHR mengelola program tanggung jawab sosial dan lingkungan dengan fokus di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi masyarakat dan lingkungan.**



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar