Jokowi Teken Perpres Supervisi Tipikor, KPK Bisa Ambil Alih Kasus di Polri dan Kejaksaan
Nusaperdana.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Presiden (Perpres) No. 102 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam beleid tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) berwenang mengambil alih kasus korupsi yang ditangani Polri dan Kejaksaan.
Ketentuan tersebut termaksud dalam Pasal 9 Ayat 1 Perpres No 102 Tahun 2020 yang merupakan peraturan turunan dari Pasal 10 ayat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
"Berdasarkan hasil Supervisi terhadap perkara yang sedang ditangani oleh instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengambil alih perkara Tindak Pidana Korupsi yang sedang ditangani oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/ atau Kejaksaan Republik Indonesia," demikian bunyi ketentuan tersebut.
Adapun dalam melakukan pengambil alihan perkara korupsi, KPK memberitahukan kepada penyidik dan atau penuntut umum yang menangani perkara tersebut.
Ketika KPK menyatakan hendak mengambil alih perkara berdasarkan penelaahan penanganan perkara bersama sebelumnya, Polri dan Kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan atau terdakwa beserta seluruh berkas perkara dan alat bukti serta dokumen lain yang diperlukan.
Penyerahan tersangka dan atau terdakwa beserta berkas-berkasnya paling lama 14 hari, terhitung sejak tanggal permintaan KPK.
"Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan membuat dan menandatangani berita acara penyerahan sehingga segala tugas dan kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan atau Kejaksaan Republik Indonesia pada saat penyerahan tersebut beralih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi," demikian lanjut beleid tersebut.
Adapun dalam Pasal 10 UU KPK, KPK dinyatakan berhak mengambil alih perkara korupsi yang ditangani Polri dan Kejaksaan bila laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti, proses penanganan tindak pidana korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungiawabkan.
Selain itu perkara bisa diambil alih jika penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya, lalu bila penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur tindak pidana korupsi, kemudian bila ada hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif.
Kemudian, perkara bisa diambil alih KPK bila ada keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik. (Wilson)
Berita Lainnya
Ditahan di Rutan IIB Serang Banten, Nikita Mirzani Dilarikan ke Rumah Sakit
Satgas Penanganan Covid-19 Nasional: Prokes 3 M Fasilitas Publik akan segera dibentuk
Gampang Enggak Pakai Antre, Ini Cara Mudah Urus Perpanjangan SIM Online
Dolar AS Melemah, Pagi Ini di Level Rp 14.190
Salah Pengertian Soal Isu Asteroid Hantam Bumi 8 Mei 2020
Kemenhub RI Susun Aturan Larangan Mudik Lebaran Tahun 2021
KKP Gandeng Bank dan Asuransi BUMN untuk Program Pemberdayaan Nelayan
Jelang KTT ASEAN 2023, Jokowi Sebut Prinsip Indonesia Adalah Kolaborasi dan Kerjasama