Inlaning: Penghentian Penyelidikan Dugaan Korupsi Kebun KKPA Kopsa-M Tidak Berdasar


Nusaperdana.com, Kampar - Terkait komentar Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Riau, Raharjo Budi Kisnanto pada sejumlah media, Kamis (24/6/2021) yang mengatakan perkara yang dilaporkan LSM Indonesia Law Enforcement Monitoring (Inlaning) dihentikan adalah tidak berdasar. 

“Hingga hari ini sebagai pelapor, sejak perkara tersebut kami laporkan pada tanggal 25 Juni 2020, belum pernah Kejati Riau menyampaikan laporan hasil penyelidikan kepada kami, apalagi menghentikan perkara,” ujar Dimpos Tampubolon, Direktur Inlaning, Jum’at (25/6/2021).

Inlaning menilai, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau belum melakukan proses penyelidikan dengan benar dan sesuai prosedur karena kami sebagai pelapor tidak pernah di BAP, yang ada kami pernah dipanggil satu kali dan ditanya soal materi laporan. 

“Orang Kejati hanya coret-coret di kertas HVS, bukannya kita diperiksa dan diambil keterangan seperti lazimnya proses verbal,” ujar Dimpos. 

Kemudian kita minta pada waktu itu agar semua pihak dipanggil, terutama pengurus Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa-M) agar dimintai keterangan juga tidak pernah dilakukan, cek TKP atau obyek perkara juga tidak ada, terang Dimpos.

“Dan kami juga sangat yakin, Kejati Riau juga belum punya hasil pemeriksaan BPK, tapi tiba-tiba menyatakan tidak ada kerugian Negara. Ini bukan saja cacat hukum, tapi zolim terhadap rakyat yang menggaji mereka,” ungkap Dimpos yang juga mantan Ketua Forum Wartawan Kampar (FWK) tersebut. 

Terkait pernyataan Asintel Kejati Riau pada media online Cakaplah.com tanggal 24 Juni 2021 yang mengatakan, "Justru PTPN V ini yang menanggung kredit karena dari koperasi tadi banyak yang menunggak. Jadi unsur kerugian negara tidak terpenuhi," seperti pernyataan orang tak tahu hukum. Logika hukumnya tidak jalan, kata Dimpos.

“Justru karena PTPN V terbebani pembayaran kredit sebesar lebih dari Rp. 100 Milyar itulah yang menyebabkan kerugian Negara. Kalau koperasi mampu membayar maka kerugian Negara tidak akan muncul,” ujar Dimpos.

Dijelaskan dimana letak kerugian negaranya? pada tahun 2013 Kopsa-M mengajukan kredit pada Bank Mandiri Palembang sebesar Rp. 83 Milyar sebagaimana Surat Perjanjian Kredit Investasi CRO.PLG/031/KI/2013 Nomor 100 tanggal 28 Mei 2013 dengan jaminan (Avalist) berupa Corporate Guarantee dari PTPN V dengan angsuran kredit lebih dari Rp. 900 juta/bulan.

Akibatnya apa? ada atau tidak ada setoran dana dari Kopsa-M, rekening PTPN V  langsung didebet (auto debet) setiap bulannya oleh Bank Mandiri. Persoalannya adalah kebun kelapa sawit pola KKPA yang dibangun oleh PTPN V adalah kebun gagal sebagaimana hasil penilaian fisik kebun oleh Dinas Perkebunan Kabupaten Kampar sehingga hasil produksi kebun tidak mencukupi untuk pembayaran kredit, ungkap Dimpos.

“Kesalahan PTPN V dimana? Produksi kebun KKPA pada tahun 2013 hanya rata-rata 350 ton/perbulan dikali rata-rata harga TBS Rp. 1.200/Kg hanya sebesar Rp. 420 juta/bulan. Sementara beban hutang hampir Rp. 1 Milyar/bulan, akibatnya apa uang Negara (PTPN V) harus terkuras setiap bulannya yang kami perkirakan lebih dari Rp. 100 Milyar,” ujar Dimpos. 

Kata Dimpos, mestinya angsuran kredit itu tidak boleh lebih dari 30% dari produksi karena dalam sistem KKPA, produksi itu dibagi 30% bayar hutang, 30% untuk petani, 10 persen untuk fee managemen/operasional. 

“Jadi idealnya hutang hanya Rp. 120 juta perbulan, bukan Rp. 1 milyar perbulan. Disinilah kami melihat ada itikad buruk atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh oknum PTPN V, yaitu menggadaikan kekayaan Negara dengan Corporate Guarantee yang sudah sangat bisa diprediksi akan merugikan keuangan Negara,” terang Dimpos.

“Terkait bukti-bukti, Inlaning sudah menyampaikan 37 buah alat bukti surat kepada Kejati Riau pada tanggal 3 Juli 2020. Bukti-bukti tersebut sudah sangat kuat untuk dijadikan dasar pengusutan laporan ini,” tandas Dimpos. (Redaksi)



[Ikuti Nusaperdana.com Melalui Sosial Media]



Tulis Komentar