Dolar AS Tembus Rp 16.000, Presiden Perlu Perhatikan Hal Ini
Nusaperdana.com, Jakarta - Nilai tukar dolar AS terhadap rupiah terus menguat. Kepanikan yang terjadi di pasar terus membuat dolar AS mengganas.
Hal ini terjadi akibat paniknya pasar dengan perkembangan corona (covid-19) yang semakin luas di Indonesia.
Apa saja yang harus diperhatikan oleh pemerintah dari penguatan dolar AS ini?
Utang Luar Negeri
Penguatan dolar AS terhadap rupiah juga harus membuat pemerintah waspada terhadap lonjakan nilai utang luar negeri. Khususnya utang luar negeri yang jatuh temponya kurang dari satu tahun alias jangka pendek.
"Ini pastinya banyak perusahaan swasta yang tidak melakukan hedging, sehingga jika ada selisih kurs seperti ini efeknya cukup bisa dirasakan, beban ULN nya semakin meningkat," kata Peneliti INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara kepada detikcom, Sabtu (21/3/2020).
Sejumlah perusahaan swasta juga berpotensi mengajukan restrukturisasi bunga utang atau cicilan pokok. Tidak menutup kemungkinan akan terjadi default atau gagal bayar utang luar negeri swasta.
Bhima menambahkan, ruang fiskal akan semakin sempit, sementara beban untuk biaya bunganya akan menggeser pos belanja lainnya.
Bukan itu saja, utang luar negeri pemerintah juga kondisinya akan membengkak. "Pembengkakan ini yang akan menanggung adalah rakyat, karena adanya pelebaran defisit anggaran penerimaan pajak rendah, rasio pajak di bawah 10%, sementara ULN semakin naik," terang Bhima.
Supaya Rupiah Kuat
Peneliti INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan kepanikan investor bisa mereda asalkan penanganan virus corona sudah semakin baik.
"Kondisi yang bisa membuat nilai rupiah menguat lagi ini tergantung pada penanganan virus corona. Jangan seperti sekarang, komunikasi maju mundur, kemudian pusat dan daerah juga belum clear, ini cukup mempengaruhi," kata Bhima saat dihubungi detikcom, Sabtu (21/3/2020).
Selain itu nilai tukar rupiah tergantung pada daya beli masyarakat yang cukup kuat menghadapi virus corona dan resesi ekonomi secara global. Ini artinya pemerintah jangan lagi memperlambat proses stimulus untuk mempertahankan daya beli masyarakat.
"Jadi saya usulkan untuk mempertahankan daya beli masyarakat sehingga investor juga percaya pada kekuatan Indonesia, maka harusnya ada universal basic income," jelas dia.
Menurut Bhima masyarakat yang rentan jatuh ke dalam jurang kemiskinan harus secepatnya mendapatkan bantuan. Karena jika konsumsi naik maka nilai produksi pun naik.
Hal ini turut mempengaruhi investasi yang kembali menarik di mata investor. "Hal-hal ini akan terjadi jika stimulusnya tepat sasaran dan tepat waktu," jelas dia.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim menjelaskan rupiah bisa kembali perkasa jika investor sudah menemukan kepercayaannya kembali dengan Indonesia.
Hal ini bisa dibuktikan dengan perkembangan orang yang positif dan berhasil disembuhkan. "Rupiah akan kembali menguat apabila jumlah kematian tak bergerak, lalu jumlah yang sembuh terus bertambah," jelas dia.
Menurut dia, jika hal ini sudah terjadi investor melihat jika Indonesia mampu menyelesaikan masalah dan memberikan ruang kepercayaan.
"Saat ini Indonesia kan dilihatnya masih sedang berjuang untuk mengurangi penyebaran virus yang makin menjadi-jadi. Tapi jika semuanya sudah berhasil dilakukan, maka Indonesia bisa lebih baik.
Berita Lainnya
Presiden Jokowi dan Putra Mahkota Abu Dhabi Sepakat Tingkatkan Kerja Sama Ekonomi dan Pendidikan Keislaman
Waduh, Ada Malware Clicker Menyusup di Puluhan Game Anak
Amabie Jimat Berbentuk Putri Duyung Penolak Bala Corona di Jepang
Mantan Pangeran Harry Ungkap Rasanya Pacaran dengan Orang-orang Terkenal
Hore! Pandemi Corona Bikin Emisi CO2 Turun Drastis
Israel Sukses Melakukan Percobaan Vaksin Virus Corona pada Tikus
Miris! Industri Farmasi RI Berebut Bahan Baku dengan Negara Lain
Juara Dunia Tinju Bisa Jadi Jatuh pada Bruce Lee